10/28/2016

THREE RAINY DAYS IN BANDUNG (Part I)

Mari berkisah tentang jalan-jalan lagi!

Jadi, tanggal 8, 9 dan 10 Oktober 2016 kemaren, gue barengan Gezos, Rapoy, dan Diani (re: temen kerja Rapoy) berkelana ke Bandung. Iya, berkelana.
Rencana kita adalah surprise ulang tahun Jais, cabad w, yang ultahnya tanggal 13 Oktober. Iya, sih, beberapa hari lebih awal memang. Tapi, better early than never. WKWK.
Jais tau kita ada rencana ke Bandung, tapi karena ini temanya surprise, kita membuat cerita serumit mungkin yang intinya adalah kita gagal ke Bandung.

Awalnya sih, gue pun ragu mau ikut atau nggak, sebab keuangan menipis dan memang selalu tipis, sih. Transportasinya juga bingung, sebab gue belum pernah ke Bandung naik kendaraan umum. Gue juga nggak tau harus ke sana sama siapa sebelum akhirnya memutuskan untuk bareng sama tiga makhluk tadi.
Seminggu sebelum pergi, gue ajak Metok; adek kelas yang beranjak dewasa, kemudian menjadi teman yang asik diajak cerita, tapi menyebalkan, tapi gue sayang banget. Metok nggak bisa mastiin ikut ke Bandung karena dia ada rencana delegasi ke Jogja pada hari yang sama dengan hari yang gue rencanakan untuk menuju Bandung. Gue pun memutuskan untuk ikut rombongan tiga orang tadi. Mereka berencana naik kereta ke Bandung, gue ngikut aja.
Setelah tiket kereta dipesen, Metok baru ngabarin kalo dia nggak jadi ikut delegasi ke Jogja dan bisa ikut ke Bandung. Tapi apalah daya ya, itu tiket kereta terakhir yang dipesenin sama Diani untuk kita berempat. Jadi, Metok nggak ikut. Dia sempet bego-begoin gue karena gue ngasih surprise ke Jais sebelum harinya, katanya pamali. Tapi yaudalah, gue sayang Metok apapun yang dia katakana ke gue kok.

Gezos atau Aziz adalah orang yang sama dengan yang ada di cerita gue sebelumnya, ketika gue ke Pulau Untung Jawa. Dia ke Bandung karena Jais, sahabat gue yang juga ada di cerita sebelumnya, yang juga pacarnya Gezos. Dia kuliah dan tinggal di Bandung, tepatnya di rumah Uwak nya.
Rapoy adalah adik kelas gue di SMA, temen sekelasnya Gezos. Nama aslinya Rafianda. Iya, Rafianda. Bukan Rafiaku. Cie.
Diani, seperti yang gue sebut di atas adalah temen kerja Rapoy. Cie.

Gezos jemput gue di rumah jam setengah 6 pagi. Padahal kereta berangkat jam 9 pagi. Meeting point nya adalah rumah Rapoy. Iya, meeting point dong, biar kayak traveller-traveller laen. Hahahahahahahahahahaha.
Gezos jemput gue dengan membawa sekotak susu coklat. Iya, laki-laki jangkung itu minum susu coklat pagi-pagi, biar sehat, katanya. Oke. Setelah menghabiskan susu coklat itu, berangkatlah kita ke rumah Rapoy. Belum, belum ke Bandung.
Setengah 7 pagi, sampailah kita di rumah Rapoy. Rapoy masih mandi, dan itu lama. Selesai dia mandi, kita sarapan mie goreng dan tekwan yang maknyos masakan Bunda Rapoy. Makasih, Bunda! Mwah!
Jam 7, kita berangkat ke stasiun Senen dianter sama Abi Rapoy. Abi gaul. Makasih, Abi! Semoga makin gaul!
Sampai di Senen gue lupa jam berapa, sekitar jam 8 kayaknya. Kita nunggu Diani sambil duduk-duduk manjah di depan circle K. Nggak lama, Diani dateng. Kita masuk ke dalem stasiun, Diani nyetak tiket, kita bertiga yang awam hanya merhatiin. Setelah tau ternyata nyetaknya sangat mudah, kita bertiga nggak lupa untuk menyombongkan diri, “Yaelah, gitu doang mah gue juga bisa,”.
Laluuu… setelah di dalem. Rapoy yang kandung kemihnya kecil minta dianter sama Gezos ke toilet untuk pipis. Iya, harus dianter banget emang. Mereka selalu berdua seperti sepasang merpati, bukan seperti biji. Emang biji apa yang dua sih, lagian? Biji delima dua? Nggak mungkin. Sepi banget dong buahnya. Hmmm.
Beberapa menit sebelum jam 9, kereta kita udah siap. Kita mah naiknya Ekonomi aja, Cuma 75000. Alhamdulillah…

Jam 9 tepat, berjalanlah kereta kita. Bukan kereta kuda. Atau kereta belanja. Dan sampe kita berangkat ini pun, Jais masih belum tau kalo kita jadi ke Bandung. Padahal, dia udah ngosongin jadwal sabtu minggu itu demi kedatengan kita. Iya, si Jais emang sibuq.
Perjalanan ke Stasiun Kiaracondong, Bandung memakan waktu kurang lebih 3,5 jam. Di dalem kereta, kita ngobrol ngalor ngidul ngetan ngulon. Ngantuk. Tidur. Minum air putih. Makan permen mentos rasa buah. Tapi nggak ngemil, karena nggak punya makanan.
Pas sampe di satu stasiun sebelum Kiaracondong (re: gue lupa stasiun apaan), gue, Gezos, dan Rapoy update pm samaan di bbm, isinya, “Menuju Stasiun Kiaracondong, Bandung…”. Di sinilah, akhirnya, Jais tau. Dan dia langsung senang. IYALAH MUSTI!

Sampe di Kiaracondong jam setengah 1 siang. Cuacanya sejuk, habis ujan. Segerrr. Rapoy minta dianter lagi sama Gezos ke toilet.

Dari Stasiun Kiaracondong, Diani langsung menuju ke rumahnya. Iya, Diani orang Bandung. Dia mudik.
Sementara itu, kita bertiga keluar stasiun langsung beli cilok isi telor, sembari nunggu grabcar yang dipesen Gezos untuk ke rumah Jais. Beberapa kali mesen grabcar selalu gagal. Sampe akhirnya dapet, tapi satu setengah jam lagi baru sampe tempat kita. Kita males nunggu lebih lama, jadi kita cancel.
Lalu kita mencoba beralih ke Uber. Beberapa kali juga nggak bisa, tapi akhirnya dapet juga deh dan posisi drivernya nggak jauh dari tempat kita, jadi lebih cepet jemputnya.

Ternyata yaaa, di Bandung itu, ojek online atau taxi online gitu nggak bisa bebas beroperasi. Di dalem stasiun pun, kata driver Uber-nya, ada tulisan, “Uber dilarang masuk”. Gue sih nggak baca yaaa… Ojek online juga kalo beroperasi nggak pake jaket atau helm perusahaan. Gitu…

Meluncur lah kita ke KFC Ujung Berung, rumah Jais di Ujung Berung coy. Deket KFC ya, bukan di dalem KFC.
Gue sempet ngobrol sama Rapoy, flashback masa-masa alay kita yang dulu sering nyebut sebuah tempat sejauh Ujung Berung. Kita pikir, Ujung Berung itu cuma istilah untuk tempat yang memang jauuuh banget. Tapi ternyata, itu beneran nama suatu daerah. Kata Jais, nama Ujung Berung juga baru diresmiin di Bandung. Dan mungkin, di tahun-tahun ketika kita masih alay, Ujung Berung memang hanya sebuah istilah untuk tempat yang jauuuh banget. Ya, nggak, sih? Gue nggak berwawasan banget dah. Maafin…
Sampe di KFC Ujung Berung, kita nyebrang, masuk ke dalem gang, dan tiba-tiba di ujung gang, kita menemukan Jais. Iya, rumah dia ada di ujung gang itu. Kaga tau dah apa nama gangnya.
Berisitrahatlah kita di sana. Berbincang sebentar, lalu gue tidur. Gue ngantuk bangattt. Gue gak bisa cerita apa yang gue lakukan ketika tidur, maaf.

Seperti judul tulisan ini, Bandung memang hujan. Tepatnya sih, gerimis-gerimis manjah gitu. Tapi pas sore, di mana kita berencana untuk pergi keluar, Bandung hujan deras. Sedih… kita musti menunggu hujan reda agar bisa pergi keluar. Kita nggak memutuskan untuk hujan-hujanan demi sebuah momen romantis, karena ujung-ujungnya cuma akan bikin masuk angin. Ribet.

Ba’da Isya, terjadilah hujan reda. Kita langsung bergegas naik angkot ke tempat sewa motor. Cuma bayar 2000/orang, murah bingit. Di Tangerang atau Jakarta mah anak sekolah aja jauh deket 3000.
Kita sewa dua motor untuk berempat.  Dan kebetulan, motor yang ada di tempat penyewaan itu emang cuma sisa dua, satu matic, satu motor gigi. Gue nggak tau motor nya dari merk apa, nggak faham. Untuk matic tarifnya 70000. Yang motor gigi tarifnya 80000. Atau sebaliknya, gue lupa hahaha. Ada sih yang lebih murah di tempat lain, tapi kita nggak berhasil menghubungi tempat tersebut. Hhh…

Gue boncengan sama Jais, Gezos udah pasti sama Rapoy dong. Gue nggak membiarkan Jais dan Gezos menikmati masa-masa romantis mereka, karena gue sama Rapoy nggak mungkin romantis, yang ada adalah GELI.

Setelah sewa motor, kita segera menuju ke ALUN-ALUN BANDUNG! YEAY!
“Mau ke mana kita?”
“ALUN-ALUN!”
“Mau ke mana kita?”
“ALUN-ALUN!”
“Apakah kamu melihat Alun-Alun? Di mana?”
Azzz…

Sampe Alun-Alun Bandung, semua basah. Ya, sebab habis ujan. Tapi rame banget. Masih ada rangkaian perayaan ulang tahun Bandung. Setelah foto-foto sedikit di Alun-Alun, kita jalan kaki ke Jalan Braga. Banyak cosplay naruto dkk, ada juga cosplay hantu. Ada terowongan fenomenal juga di sana, tau lah ya pasti. Banyak kok di instagram fotonya. Ituloh, terowongan yang di tembok kanan dan kirinya ada quotes keren.
Gini nih…
“Dan Bandung bagiku bukan cuma masalah geografis, lebih jauh dari itu melibatkan perasaan, yang bersamaku ketika sunyi.” -Pidi Baiq
“Bumi Pasundan lahir ketika Tuhan sedang tersenyum.” -M.A.W. Brouwer

Dari Jalan Braga, kita lanjut terus ke Jalan Asia Afrika, foto sedikit, jalan lagi sampe ke Gedung Merdeka. Banyak hantu di depan Gedung Merdeka. Hiii…
Tadinya, karena masih jam 9an, kita berniat nyari tempat untuk ngopi-ngopi atau sekedar kongkow manjah menghabiskan malam bersama. Tapi kita nggak punya tujuan pasti dan terlalu males untuk menerobos gerimis demi nyari kafe. Jadi, kita memutuskan untuk pulang, menyimpan energi kita supaya besok bisa jalan-jalan lagi.

Btw, sebelum pulang, kita neduh sebentar di Masjid Raya Bandung karena ujan mulai deras. Gue beli sosis bakar seharga 12000. Rapoy beli gorengan. Nyemil-nyemil manjahlah kita di teras Masjid sampe ujan reda.
.
.
.
Kisah untuk keesokan harinya akan berlanjut di part II ya! Terima kasih sudah mau membaca!

Ini beberapa koleksi foto, di foto yang nggak ada gue nya itu gue yang ambil, di foto yang ada gue nya itu Rapoy yang ambil.


STASIUN KIARACONDONG BANDUNG

Terowongan fenomenal, quote nya Pidi Baiq, dan para turis lokal.

Alun-Alun Bandung, Masjid Raya Bandung, Gueee.

Tembok terowongan fenomenal, quote nya M.A.W.Brouwer, cosplay Naruto dkk, Rapoy.

Jalan Asia Afrika, Tiang, Rapoy, Gue.

Gedung Merdeka dan Cosplay hantu. 
Jalan Braga apa Asia Afrika yaaa ini lupa, lampu jalan, Jais dan Gezos.





Ditulis oleh Mahfira Intan
Di Tangerang, 28 Oktober 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar